Indramayu PostPing Net

Jumat, 27 Maret 2009

TKW Asal Indramayu Jadi Linglung

INDRAMAYU,- Perlakuan tidak manusiawi kembali dialami tenaga kerja wanita (TKW) asal Indramayu yang bekerja di Arab Saudi. Ratminih, TKW asal BloK Samak Rombeng Desa Margamulya, Kecamatan Bongas kini menderita lumpuh dan linglung. Kondisi itu diderita diduga akibat disiksa majikannya.

Ratminih kini tidak bisa tidur terlentang lantaran bagian belakang tubuhnya masih terdapat luka dan bekas jahitan. Bentuk dan ukuran kedua kakinya juga berbeda. Kaki kanan lebih kecil, akibat trauma luka dan juga dipenuhi bekas jahitan. "Sejak datang dari Arab Saudi, anak saya sulit diajak komunikasi. Satu-satunya cerita yang disampaikan yakni hanya soal penyiksaan dari majikannya," kata ibu kandung Ratminih, Sarminih, Kamis (12/3).

Selain cacat, Ratminih pulang tanpa membawa sepeser pun uang karena selama bekerja di luar negeri enam bulan tidak digaji majikannya. "Ratminih pernah menceritakan kalau setiap hasil pekerjaannya sebagai pembantu kurang memuaskan, langsung disiksa dan dianiaya," ujar Sarminih.
.
Pengawas TKI pada Dinas Sosial,Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Indramayu, Hendra Pondaga, mengaku telah mendengar kasus penyiksaan yang dialami Ratminih. Ia juga mengaku sudah melakukan upaya melalui Departemen Luar Negeri dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi agar hak-hak Ratminih sebagai TKI bisa dikeluarkan.

"Selama bekerja tidak mendapat gaji sama sekali dan asuransinya belum keluar. Kami sedang mengupayakan lewat departemen dan perusahaan yang memberangkatkan Ratminih ke luar negeri," ungkap Hendra Pondaga. (A-96/A-147)***

Kamis, 26 Maret 2009

Dua TKW Diduga Jadi Korban Trafiking

INDRAMAYU,ARAHAN. Dua Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Indramayu, diduga menjadi korban jual-beli manusia (trafiking) di negara Timur Tengah. Kokom Komariyah Binti Tarman (20) warga Desa Tawangsari dan Anidah Binti Radijah (22) warga Desa Cidempet. Kedua warga Kec. Arahan Kab. Indramayu, sudah hampir enam tahun ini tidak diketahui keberadaanya alias raib.
Kedua TKW ini diberangkatkan sekitar september 2003 lalu. Berdasarkan informasi, mereka diberangkatkan menuju dua negara di Timur Tengah, masing-masing Kokom Komariyah ditempatkan di Kuwait sedangkan Anidah ditempatkan di Saudi Arabia.
Menurut keluarga kedua korban, pihak keluarga tidak menaruh curiga terkait keberangkatan anak mereka. Terlebih keberangkatannya melalui proses penampungan sebuah PJTKI Graha Indo Wiwana Jl. Condet Jakarta.
Menurut Tarman, ayah Kokom Komariyah yang kini tinggal di Desa Tawangsari RT 05 RW 01 Kec. Arahan. Anaknya berangkat menjadi TKW setelah sebelumnya ditampung PT. Graha Indo di wilayah Jatikarya Bogor.
“Waktu itu saya sudah merasa lega karena dapat informasi anak saya berangkat menuju Kuwait,” tutur dia.
Namun kebahagiaan keluarga berubah sejak jejak keberadaan Kokom tak diketahui. Baru pada tahun 2006, ia mendapatkan informasi bila anaknya berada di Kuwait dan mengeluhkan tindakan majikannya yang melarang berkomunikasi ke Indonesia. “Waktu itu anak saya mengeluh bila selama ini ia tidak menerima gaji dan diperlakukan tidak manusiawi oleh majikannya,” tutur Tarman.
Kasus yang sama juga dialami rekannya Anidah. Anidah selama menjadi TKW hampir tidak pernah memberikan kabar. Kondisi ini menyebabkan pihak keluarga sangat mengkawatirkan. Belakangan diperoleh informasi, bila selama bekerja di Saudi Arabia Anidah kerap dipindah-pindahkan dari majikan satu ke majikan lainnya. Kondisi ini menyebabkan jaminan upah berupa gaji bulanan pun nyaris “lenyap” sehingga selama menjadi TKW tak pernah kirim uang ke Indonesia.
Juru tulis Desa Cidempet Udin saat dikonfirasi “MD”, Minggu (22/3) mengakui bila pihaknya telah menerima laporan terkait dengan nasib warganya.
“Kami sudah menerima laporan terkait dengan nasib TKW tersebut, mamun kami bingung menelusuri keberadaan korban, mengingat pihak desa, menerima data yang sangat minim terkait perusahaan yang memberngkatkan maupun keberadaannya di negara tujuan,” tandas dia. (C-28)

Selasa, 24 Maret 2009

Datang Naik Pesawat, Pulang Jalan Darat

INI salah satu pengalaman pahit yang dialami tenaga kerja
Indonesia (TKI) yang bekerja di Brunei Darussalam. Mereka umumnya
tiba di negara kaya minyak itu dengan gagah dan penuh harapan. Impian
bisa mengubah hidup menjadi lebih baik, terus menyelimuti benak
mereka. Apalagi mereka ke negara tetangga itu datang dengan pesawat
terbang yang menelan biaya tidak sedikit.

SEJUMLAH uang berjuta-juta rupiah, juga telah mereka serahkan
kepada agen pengerah tenaga kerja yang mampu mengirimkan TKI-TKI itu
ke Brunei. Dengan membayar uang antara Rp 7,5 juta-Rp 14 juta,
termasuk untuk ongkos pesawat, mereka meninggalkan kampung halaman
dengan sejuta harapan.

Dua tahun bekerja di Brunei, sesuai dengan kontrak kerja yang
ditandatanganinya di depan agen pengerah tenaga kerja, tentu akan
mendatangkan uang tidak sedikit. Semua TKI yang berangkat ke Brunei
mungkin juga yang mengadu nasib ke negala lainnya-bermimpi bisa
mengubah kehidupan keluarga dan dirinya menjadi lebih baik.

Sama seperti ketika berangkat, ketika pulang kembali ke Indonesia
mereka pun berpikir akan menggunakan pesawat. Dalam kontrak kerja
yang dijanjikan agen, biaya tiket pesawat saat pulang pun nantinya
akan ditanggung majikan di Brunei. Semuanya serba menyenangkan, dan
membuat TKI merasa gagah-gagah, termasuk TKI perempuannya.

"Tetapi beginilah kenyataannya. Pada saat datang ke Brunei kami
masih dibuai mimpi, naik pesawat terbang lagi. Setibanya di Brunei
ternyata semuanya omong kosong. Tidak ada pekerjaan sesuai janji yang
kami terima. Lihat sendiri untuk pulang kembali ke kampung halaman
pun, kami terpaksa menggunakan jalan darat," kata Darman (26), TKI
asal Ponorogo, Jawa Timur.

Pada 27 September, Darman bersama temannya satu desa di Ponorogo,
Budi (23), memulai perjalanan panjangnya menggunakan jalan darat dan
laut, agar bisa kembali ke kampung halaman. Mereka terpaksa
menggunakan uang hasil keringat sendiri, agar bisa sampai Ponorogo
dengan menggunakan bus dari Bandar Seri Begawan.

Rute yang dilalui menggunakan jalan darat, antara lain dari
Bandar Seri Begawan menggunakan bus dengan tujuan ke Seria,
dilanjutkan ke Kota Kuala Belait, keduanya masih di Brunei
Darussalam. Dari Kota Kuala Belait, perjalanan masih dilanjutkan
dengan tetap menggunakan bus, di antaranya harus melewati dua sungai
di wilayah Brunei yakni Kuala Belait dan Kuala Baram, yang dilalui
dengan menggunakan feri.

Sesudah melewati pemeriksaan petugas imigrasi di Sungai Tujuh di
perbatasan kedua negara, perjalanan bus dilanjutkan hingga ke Miri,
Sarawak, Malaysia. Dari Miri, kedua pemuda itu melanjutkan perjalanan
menaiki menggunakan bus, dengan tujuan Kuching, ibu kota Negara
Bagian Sarawak. Dari Kuching, mereka pun kembali menempuh jalan darat
hingga ke Pontianak, Kalimantan Barat. Dari Pontianak mereka tinggal
memilih, menggunakan kapal laut dengan tujuan Jakarta atau Surabaya.
Dari kedua kota besar di Tanah Air itu, perjalanan pulang kembali
dilanjutkan dengan menggunakan bus.

"Kata teman yang pernah pulang menggunakan jalan darat,
perjalanan sampai ke Ponorogo memakan waktu sekitar tujuh hari. itu
pun kalau kapal laut dari Pontianak memang telah tersedia ketika kami
sampai di sana," ujar Darman, kepada Kompas, sebelum berpisah di
terminal bus Miri
***

MENGGUNAKAN jalan darat, dipastikan akan jauh lebih sedikit
memakan biaya, jika dibandingkan menggunakan pesawat terbang yang
mencapai sekitar Rp 1,5 juta. Tetapi, Darman dan Budi tidak bisa
memperkirakan, berapa besar ongkos yang dibutuhkan mereka hingga tiba
di kampung halaman. Mereka hanya baru mengetahui, perjalanan pertama
dari Bandar Seri Begawan-Miri, menghabiskan 17 ringgit Brunei atau
sekitar Rp 85.000.

Lantas kalau perjalanan pulang dari Brunei dipastikan akan
melelahkan-meskipun lebih murah-mengapa mereka memilihnya? Tiket
pulang naik pesawat tentu tinggal mereka minta kepada majikan di
Brunei.

"Mana ada majikan di Brunei yang mau membelikan tiket pesawat
pulang. Mereka yang pulang menggunakan pesawat, umumnya menggunakan
uang hasil keringat sendiri. Bohong itu perjanjian dengan agen, tiket
akan ditanggung majikan," kata Budi menimpali.

Pernyataan Budi mungkin ada benarnya, meskipun mungkin tidak
semua majikan berbuat tega dengan tidak memberi tiket pulang kepada
TKI yang hendak pulang ke Indonesia. Sejumlah TKI yang hendak pulang
menggunakan pesawat dengan tujuan Surabaya, mengaku pulang dengan
biaya sendiri. Majikan mereka di Brunei umumnya cuci tangan alias
tidak mau menanggung biaya mereka pulang menggunakan pesawat, sesuai
dengan kontrak kerja yang telah disepakati.

"Jangan harap tiket pesawat untuk pulang dibayari majikan.
Kebanyakan TKI yang pulang ke Indonesia, memakai biaya sendiri," ujar
Samsul (28), salah seorang dari mereka.

Seorang perempuan TKI yang pernah bekerja di Brunei sebagai amah
(pembantu rumah tangga), Ulwiyah (26), asal Indramayu, Jawa Barat,
juga mengungkapkan pengalaman yang sama. Pada 1998 lalu dia pergi ke
negara itu, juga dengan kontrak kerja selama dua tahun.

Namun, baru satu tahun, majikannya menyatakan tidak sanggup lagi
melanjutkan kontrak. Majikannya tidak mampu lagi membayar Ulwiyah,
sehingga dia menghendaki amah itu pulang ke Indonesia.

"Karena dia yang ingin memutuskan kontrak, seharusnya majikan
saya itu yang membayari tiket pulang. Kenyataannya, dia tidak mau
membelikan tiket. Meskipun saya sempat perang mulut dengan dia, tetap
saja dia menyatakan tidak mampu membelikan tiket. Akhirnya saya
pulang dengan membeli tiket pesawat sendiri," tutur ibu satu anak
yang menyebutkan telah kapok untuk kembali bekerja di Brunei
Darussalam. (mul)

Senin, 16 Maret 2009

1 Milyar Kiriman Uang TKI Tiap Hari

(Indramayu, BNP2TKI) Kepala Badan Pembangunan Daerah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Apriyanto mengakui, pemerintah daerah belum mampu bertindak secara profesional untuk mengelola potensi keberadaan TKI di wilayahnya. Padahal para TKI asal Indramayu itu setiap hari paling tidak mengirimkan ke keluarganya Ri 1 milyar atau rata-rata Rp 250 milyar per tahun.

“Apa yang kita lakukan untuk TKI ini masih belum terlambat. Kalau saja Pak Jumhur Hidayat datang 2-3 tahun lalu, mungkin kondisinya tidak separah ini. Anggap saja ini starting point untuk perbaikan-perbaikan terhadap pelayanan kepada para pahlawan devisa kita,” ujar Apriyanto.

Hal itu disampaikan Kepala Bappeda Kabupaten Indramayu saat menyambut kehadiran kunjungan Safari Ramadhan Ketua BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat, di kantor Bupati Indramayu, Kamis (11/9).

Selain Kepala Bappeda yang hadir mewakili Bupati Indramayu, pejabat pemda yang ikut menyambut rombongan Safari Ramadhan “Menyapa TKI” BNP2TKI di hari ketiga itu, antara lain Kepala Dinas Sosial Ketenagakerjaan Iwa Sungkawa, Kepala Disnakertrans Iwan, dan Kepala Dinas Sosial dan Kependudukan Cecep Suryana.

Sedang dari BNP2TKI selain Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat, juga hadir Rachyoel Sigar, Direktur Sosialisasi dan Kelembagaan, Kasubdit Pelayanan Kesehatan dr Elia Rosalina, MARS, MS, dan sekitar 40 anggota rombongan Safari Ramadhan “Menyapa TKI”.

Data resmi Disnakertrans Kabupaten Indramayu menunjukkan, bahwa dari 31 kecamatan yang ada, 90 persen TKI yang bekerja ke luar negeri tidak terdaftar di kantor Disnakertrans Indramayu.

Kepala BNP2TKI mengatakan bahwa jasa pahlawan devisa kepada bangsa ini begitu besar. Namun, pelayanan pemerintah baik pusat maupun daerah masih belum optimal dan harus ditingkatkan. Mengutip harapan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, Jumhur mengatakan bahwa pelayanan TKI itu tidak hanya harus bagus tapi harus sangat bagus.

Ditambahkannya, idealnya memang antara pusat dan daerah memiliki sistem informasi secara online antar instansi terkait agar bisa meminimalisir masalah, seperti pemalsuan dokumen baik Kartu Tanda Penduduk (KTP) maupun Kartu Keluarga (KK) yang marak terjadi di Indramayu.

TKI Skill

Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat mengungkapkan, keinginan bekerja sebagai TKI formal bagi tenaga kerja wanita di Indramayu ternyata cukup tinggi. Meski rata-rata pendidikan mereka lulusan Sekolah Dasar, ternyata beberapa di antara mereka diterima bekerja di pabrik-pabrik di negeri Jiran, Malaysia.

“Kalau ada yang mau kerja di pabrik di Malaysia, saya akan carikan pekerjaan yang aman dan pendapatannya lebih baik daripada bekerja di rumah tangga,” ungkap Jumhur.

Namun ia mengharapkan para calon TKI atau mantan TKI asal Indramayu yang ingin bekerja di luar negeri, agar mengurus dokumen yang diperlukan di kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) di kabupten Indramayu secara resmi, tidak lagi melalui calo. (zul)

Berangkat Sehat Pulang Cacat

1-2klm-pop-news1

TAK habis-habis cerita tenaga kerja wanita (TKW) yang disiksa majikan. Namun meski kenyataan pahit ini kerap terjadi, tak mengurungkan niat mereka untuk mengais rezeki di negeri orang.
Kini cerita penyiksaan terhadap TKW juga terjadi. Suratminih (27 tahun), “pahlawan devisa” asal Kab. Indramayu mendapat perlakuan tidak manusiawi dari majikannya di luar negeri. Gadis warga Blok Samak Rombeng Desa Margamulya Kec. Bongas ini mengalami kelumpuhan dan depresi sangat berat akibat disiksa majikannya di Arab Saudi.
Ditemui “MD” di rumahnya Rabu (11/3), Ratminih sedang tertidur lelap ditemani ibu dan kakak lelakinya, Sarminih (66 tahun) dan Asral (46 tahun). Ia tidak bisa tidur terlentang lantaran bagian belakang tubuhnya masih terdapat luka dan bekas jahitan. Ukuran kedua kakinya berbeda, dengan kaki kanan lebih kecil, akibat trauma luka dan juga dipenuhi bekas jahitan. “Sejak datang dari Arab Saudi, anak saya sulit diajak komunikasi. Satu-satunya cerita yang disampaikan yakni hanya soal penyiksaan dari majikannya,” ujar Sarminih.
Kisah memilukan yang dialami Ratminih kembali diceritakan Sarminih, ibunya. Pada pertengahan tahun 2008 lalu, anak gadisnya itu berangkat menjadi TKW ke Arab Saudi melalui PT. Putri Mandiri yang berkedudukan di Jakarta. Namun selama bekerja di luar negeri, tak satupun anggota keluarga yang mengetahui nama majikan dan kota tempat tinggal Ratminih di Arab Saudi. Usaha untuk mencari tahu keberadaan Ratminih terus dilakukan keluarga, baik lewat sponsor maupun perusahaannya.
Sampai enam bulan kemudian pihak keluarga memperoleh kabar keberadaan Ratminih di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta. Sarminih dan anaknya yang lain, Asral pun terkejut mendengar kabar dari perusahaan yang memberangkatkan Ratminih itu. Mereka bergegas ke Jakarta untuk mengetahui keadaan Ratminih. Mereka shock karena keadaan Ratminih sangat mengenaskan.
Selain cacat, Ratminih pulang tanpa membawa sepeserpun uang karena selama bekerja di luar negeri enam bulan tidak digaji majikannya. “Di sana anak saya sudah berubah. Waktu berangkat sehat dan segar, begitu di rumah sakit sudah banyak luka dan bekas jahitan serta lumpuh. Yang membuat lebih sedih, Ratminih malah depresi berat,” tutur Sarminih.
Saat diperiksa dokter, lanjut Sarminih, sekujur tubuh Ratminih banyak luka. Beberapa bagian di antaranya terdapat jahitan. Seperti di bagian belakang tubuh terdapat jahitan dari punggung hingga ke ujung pantat, lengan, kaki kanan dll. Kepada ibunya, Ratminih pernah bercerita bahwa seluruh luka yang ada ditubuhnya itu akibat penyiksaan yang dilakukan majikannya.
“Ratminih pernah menceritakan kalau setiap hasil pekerjaannya sebagai pembantu kurang memuaskan, langsung disiksa dan dianiaya,” terang Sarminih.
Pengawas TKI pada Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kab. Indramayu, Hendra Pondaga, ketika dikonfirmasi membenarkan perihal penyiksaan yang dialami Ratminih. Pihaknya, kata dia, sudah melakukan upaya melalui Departemen Luar Negeri dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi agar hak-hak Ratminih sebagai TKI bisa dikeluarkan.
“Selama bekerja tidak mendapat gaji sama sekali dan asuransinya belum keluar. Kami sedang mengupayakan lewat departemen dan perusahaan yang memberangkatkan Ratminih ke luar negeri,” tegas Hendra.

Kamis, 12 Maret 2009

KBRI Turki

Embassy of the Republic of Indonesia

Ambassador H. E. Mr. Awang Bahrin
Address Abdullah Cevdet Sokak No. 10 (P.O.BOX 42) Cankaya 06680, Ankara, Turkey
Phone (90-312) 438-2190
Fax (90-312) 438-2193
Email indoank@marketweb.net.tr
Website www.indo-tr.org

KBRI Malaysia

Embassy of the Republic of Indonesia

Ambassador H.E. Mr. Da’i Bachtiar
Address 233, Jalan Tun Razak, Kualalumpur 504000, Malaysia
Phone (603) 21164000
Fax (603) 2141-7908, 2142-3878
Email kbrikl@po.jaring.my
Website www.kbrikl.org.my

Indonesian Consulate General in Johor Bahru

Consul General Renvyannis Gazali
Address 723, Jl. Ayer Molek, Johor Bahru 80000, Malaysia
Phone (60-7) 221-2000, 222-3396, 222-9301
Fax (60-7) 224-8309, 2223397
Email kjrijb@tm.net.my
Website ---

Indonesian Consulate General in Penang

Consul General Mr. Moenir Arie Soenanda
Address 467, Jalan Burma, Pulau Pinang 10350, Malaysia (P.O.BOX 502)
Phone (604) 226-7412, 227-4686
Fax (604) 227-5887, 227-1370
Email info@kjripenang.or.my
Website www.kjripenang.org.my

Consulate General of the Republic of Indonesia in Kota Kinabalu, Sabah

Consul General Warsita Eka
Address Lorong Kemajuan, Karamunsing, Kota Kinabalu, Sabah 88817, Malaysia (P.O.BOX 11595)
Phone (60-88) 218-600, 218-258, 218-518, 219-110
Fax (60-88) 215-170
Email indocon@indocon.po.my
Website ---

Indonesian Consulate General in Kuching, Sarawak, Malaysia

Consul General Bambang Prionggo
Address Lantai 6, bangunan Binamas No. 1, Jalan Pandungan 93100 Kuching, Sarawak, Malaysia
Phone (60-82) 241734, 421734
Fax (60-82) 424370
Email
Website

KBRI Iran

Embassy of the Republic of Indonesia

Ambassador H. E. Prof. Dr. Basri Hasanuddin, MA
Address 210, Ghaemmagham Farahani Ave. (P.O.BOX 11365/4564), Tehran, Iran
Phone (98-21) 8871-6865, 8871-7251, 8855-3655
Fax (98-21) 8871-8822
Email kbritehran@parsonline.net
Website www.indonesian-embassy.ir

KBRI Arab Saudi

Embassy of the Republic of Indonesia

Ambassador H.E. Mr. Salim Segaf Al-Jufrie
Address Riyadh Diplomatic Quarter (P.O.BOX 94343, Riyadh 11693), Kingdom of Saudi Arabia
Phone (966-1) 488-2800
Fax (966-1) 488-2966
Email contact@kbri-riyadh.org.sa
Website www.indonesia-riyadh.org

Indonesian Consulate General in Jeddah

Consul General Mr. Gatot Abdullah Mansyur
Address Al-Mualifin Street, Al-Rehab District/5, (P.O. BOX 10 Jeddah 21411), Kingdom of Saudi Arabia
Phone (966-2) 671-1271
Fax (966-2) 673-0205
Email komjed@awalnet.net.sa
Website www.kjrijeddah.org.sa

KBRI Korea Utara

Embassy of the Republic of Indonesia

Ambassador H.E. Mr. Daulat Hotma Audison Pasaribu
Address 5, Foreigner's Building Munsudong Taedonggang Distric, Pyong Yang, Democratic People's Republic of Korea (P.O.BOX 178 PYONG YANG)
Phone (850-2) 381-7425
Fax (850-2) 381-7620
Email kompyg2@public2.bta.net.cn
Website ---

KBRI Korea Selatan

Embassy of the Republic of Indonesia

Ambassador H. E. Mr. Jakob Samuel Halomoan Lumban Tobing
Address 55, Youido-dong, Youngdeungpo-ku, Seoul, Republic of Korea
Phone (82-2) 783-5675/77, 783-5371/72
Fax (82-2) 780-4280
Email pensosbud@indonesiaseoul.org
Website www.indonesiaseoul.org

KBRI Qatar

Embassy of the Republic of Indonesia

Ambassador H. E. Mr. Rozy Munir
Address Al-Maahed Street, Al Salata Al Jadeeda, (P.O.BOX 22375), Doha, State of Qatar
Phone (974) 465-7945, 466-4981
Fax (974) 465-7610
Email inemb@qatar.net.qa
Website www.kbridoha.com

KBRI Amerika

Embassy of the Republic of Indonesia

Ambassador H.E. Mr. Sudjadnan Parnohadiningrat
Address 2020 Massachusetts Avenue, N.W. Washington D.C. 20036, United States of America
Phone (1-202) 775-5200
Fax (1-202) 775-5365
Email informasi@embassyofindonesia.org
Website www.embassyofindonesia.org

Consulate General of the Republic of Indonesia in Chicago

Consul General Mr. Hidayat Karta Hadimadja
Address 211 West Wacker Drive, Chicago, IL 60606, United States of America
Phone (1-312) 920-1880
Fax (1-312) 920-1881
Email generalinfo@indonesiachicago.org
Website www.indonesiachicago.org

Consulate General of the Republic of Indonesia in Houston

Consul General Mr. Kria fahmi Pasaribu
Address 10900 Richmond Avenue, Houston, Texas 7, United States of America
Phone (1-713) 785-1691
Fax (1-713) 780-9644
Email kjrihouston@prodigy.net
Website www.indonesiahouston.net

Consulate General of the Republic of Indonesia in Los Angeles

Consul General Mr. Subijaksono
Address 3457 Wilshire Boulevard, Los Angeles, C.A. 90010, United States of America
Phone (1-213) 383-5126
Fax (1-213) 487-3971
Email kjri@kjri-la.net
Website www.kjri-la.net

Consulate General of the Republic of Indonesia in New York

Consul General Mrs. Trie Edi Mulyani
Address 5, East 68th Street, New York, NY 10065 USA, United States of America
Phone (1-212) 879-0600 to 15
Fax (1-212) 570-6202
Email information@indonesianewyork.org
Website www.indonesianewyork.org

Consulate General of the Republic of Indonesia in San Fransisco

Consul General Mr. H. Yudhistrianto Sungadi
Address 1111 Columbus Avenue, San Fransisco, CA 94133, United States of America
Phone (1-415) 474-9571
Fax (1-415) 441-4320
Email sanfrancisco@kjrisfo.org
Website www.kjrisfo.org

Honorary Consulate of the Republic of Indonesia in Hawaii

Honorary Consul Mr. Patrick K. SULLIVAN
Address 1001 Bishop Street, ASB Tower, Suite 2970, Honolulu, HI 96813, United States of America
Phone (1-808) 531-3017
Fax (1-808) 531-3177
Email ---
Website ---

Permanent Mission of the Republic of Indonesia to the United Nations

Ambassador H. E. Dr. Raden Mohammad Marty Muliana Natalegawa
Address 325 East 38th Street, New York, NY 10016, United States of America
Phone (1- 212) 972-8333
Fax (1-212) 972-9780
Email ptri@indonesiamission-ny.org
Website www.indonesiamission-ny.org

"Nasib TKW" Sebuah Balada Rakyat Indramayu #2

KONSTRUKSI sosial ekonomi masyarakat Indramayu pinggiran terbangun lewat basis ekonomi agraris. Akan tetapi, hamparan luas sawah dan posisi Kabupaten Indramayu sebagai penghasil 30 persen produksi beras nasional tidak terlalu terasa bagi penduduk pinggiran. Akar persoalannya adalah kepemilikan tanah. 30 persen masyarakat adalah tuan tanah, sedangkan 70 persen lainnya adalah buruh tani. Lihat saja Dusun Sudimampir, Kecamatan Sliyeg, Kabupaten Indramayu. Dusun ini sangat pekat oleh warna kemiskinan. Tidak ada pilihan bagi rakyat setempat untuk memilih profesi selain menjadi buruh tani. Dengan pola setahun dua kali panen, masyarakat harus hidup dalam roda sejarah yang senantiasa berbalut kemiskinan. Lagi pula untuk sekadar menyewa lahan pun mahal. Untuk menyewa tanah seluas satu bata (kira-kira 1.400 m2), mereka harus rela menyerahkan lima kuintal gabah kering hasil panenan, jumlah yang terlalu tinggi.

Di Balongan, tidak jauh dari Sudimampir, terdapat pabrik pengolahan minyak milik Pertamina. Pun bagi penduduk setempat, pabrik itu tetap saja asing. Cerobong asap hanya menyisakan kisah perubahan lahan pertanian menjadi kompleks pabrik.

Ceruk kemiskinan Sudimampir lebih terasa ketika kita menyusuri lorong-lorong kampung. Jalan-jalan tanah, orang tua yang sekadar duduk-duduk di depan rumah, anak muda laki-laki nongkrong di pojok kampung, kolam mandi dengan air kotor, orang tua laki-laki menambal ban sepeda tua karatan, semuanya menegaskan kisah kelu tentang kemiskinan yang terus merajut dalam sejarah masyarakat setempat.

Akan tetapi, semangat mempertahankan hidup menggurat garis sejarah baru. Garis itu dibuat oleh kisah para perempuan pemberani yang rela bekerja ke luar negeri meninggalkan sanak suami. Garis kisah itu mulai menggores sejak tahun 1997, ketika seluruh negeri terkoyak oleh badai ekonomi. Pun di Sudimampir, badai ekonomi itu membuat para wanita diliputi keberanian mengadu nasib.

Menjadi TKI adalah satu-satunya pilihan menuruti harapan perubahan nasib. Dengan membayar kepada "sponsor" (calo) sebesar Rp 1,5 juta, mereka berbondong-bondong mengadu nasib. Sebagian besar ke Timur Tengah. Gelombang ingar bingar migrasi pekerja itu kemudian meletakkan Kabupaten Indramayu sebagai salah satu pengirim terbesar TKI di seluruh Indonesia.

Risikonya memang besar, tetapi prospeknya juga besar. Jejak-jejak keberhasilan itu tercetak dalam bangunan-bangunan baru yang mudah ditemukan di Kecamatan Sliyeg. Bangunan itu berbahan luar keramik dengan desain rumah modern. Mudah sekali membedakan yang mana yang dibangun atas kiriman uang TKI atau bukan. Rumah hasil kiriman uang TKI biasanya berwarna cerah: pink, biru muda, hijau, cokelat terang, dengan kombinasi warna yang jauh dari konsep serasi. Rumah-rumah itu menyimpan kontradiksi besar. Lantai keramik mengilat itu bercampur dengan bau comberan di belakang rumah. Dikelilingi oleh tanah kering, kandang kambing, dan comberan, rumah-rumah itu bagai tidak tumbuh dari tanah kultural setempat. Akan tetapi, itulah simbol kepahlawanan 25 persen dari sekitar 2.500 perempuan Sudimampir. Jumlah penduduk Sudimampir mencapai 5.000 orang lebih.

Jejak kisah TKI yang lain adalah kisah pilu kegagalan. Dani (23) harus pulang dengan patah tulang kanan karena disiksa oleh majikannya di Arab. Seorang laki-laki dari Sudimampir Lor yang bekerja sebagai sopir di Arab bahkan harus pulang tanpa nyawa dua bulan lalu. Untung saja dia bisa dikubur di kampung halaman. Wunersih (25) dari Dusun Tugu, tetangga Dusun Sudimampir, baru saja tiba di rumah tanggal 7 Desember 2004 lalu. Tujuan kepergiannya bulan April 2004 lalu adalah Yordania. Akan tetapi, agen di luar negeri mengirimnya ke Baghdad, Irak. Nasibnya sial. Majikannya menuduhnya mencuri uang sekitar Rp 12 juta hingga menyiksanya. Gajinya pun tidak dibayarkan. Ia berhasil melarikan diri setelah disekap di kamar. Di antara desingan peluru dan ledakan bom, Wunersih berjalan menyusuri pinggiran kota Baghdad. Sepanjang perjalanan itu ia harus meminta makanan di masjid-masjid yang ia temui. Akhirnya ia menemukan polisi yang kemudian mengirimnya ke Kedutaan Besar Republik Indonesia di Irak.

Tanah Air ternyata tidak menjamin solidaritas sosial. Sampai di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, petugas meminta uang padanya untuk biaya perjalanan ke Indramayu. Ia memberi Rp 190.000. Sopir di jalan pun masih memintanya uang yang kemudian ia beri Rp 50.000. Belum cukup, paspornya sampai sekarang juga ditahan oleh petugas berseragam di Bandara tanpa alasan jelas. Semua identitas pribadi dalam paspornya juga tidak palsu. Para petugas itu mungkin tidak tahu bahwa ekspor tenaga kerja menghasilkan devisa bagi Indonesia rata- rata sebanyak 1,6 miliar dollar AS per tahun.

ANAK-anak dan laki-laki adalah subplot dalam kisah ini. Di jalan-jalan kampung Sudimampir, ada semacam becak berhiaskan naga merah disertai tape recorder yang selalu memutar lagu dangdut. Becak itu berisi sekitar sepuluh anak berusia di bawah dua belas tahun. Satu di antara anak-anak itu mungkin tidak pernah merasakan air susu ibunya. Biasanya anak-anak itu diasuh oleh nenek atau bibinya sepeninggal ibunya ke Arab Saudi. Jumlah anak-anak bernasib seperti ini ada sekitar 70 anak di Dusun Sudimampir. Kalau ayah dari anak-anak ini adalah ayah yang baik, ayah inilah yang mengasuh mereka selepas kerja menjadi buruh tani. Lagu Duda Kepaksa ciptaan Iip Bakir lagi-lagi dengan gamblang menceritakannya. Lara sih lara, gara-gara mboke bocah lunga ning Saudi Arabia. Kula ning umah mong-mong bocah....

Akan tetapi, penggalan syair itu hanya menceritakan sepenggal cerita normatif tentang laki-laki yang ditinggal istri. Itu adalah contoh suami setia yang setia mengasuh anak-anaknya. Selain mengasuh anak, yang setia ini biasanya berkumpul pada malam-malam tertentu sambil membakar ayam (mayoran). Mereka mendirikan "organisasi" bernama Ikatan Duda Arab (Idara).

Yang tidak setia punya dua pilihan: menghamburkan duit kiriman istri di diskotek dan/atau kawin lagi. Yang dimaksud dengan diskotek adalah semacam kafe remang yang memutar lagu-lagu dangdut. Karena tidak tahan ditinggal istri, para suami ini sering kawin lagi. Menjadi masalah kalau istri mudanya pun akhirnya menjadi TKI. Laki-laki semacam ini ini harus pandai mengatur waktu pulang istri tuanya agar tidak bertabrakan dengan jadwal kedatangan istri mudanya.

Diskotek rupanya menjadi fenomena menarik. Di pinggir- pinggir jalan tersembul kafe remang dengan bunyi musik dangdut disertai aksesori tawaran kenikmatan kedagingan. Perempuan menjadi sangat responsif karena pada Duda Arab ini biasanya berkocek tebal. Di sanalah duit kiriman istri akan berkecamuk dengan lampu remang, alkohol, dan lendir duniawi.

KEKUATAN representasi sosial dalam syair lagu-lagu rakyat Indramayu dibentuk oleh dua hal, yaitu realitas sosial itu sendiri dan tradisi kesenian yang kuat di masyarakat bawah. Di Kecamatan Sliyeg dengan mudah kita bisa menemukan beberapa kelompok drama rakyat yang sudah berdiri sejak puluhan tahun lalu. Sutana (58), misalnya, pemimpin kelompok drama Mayang Sari, sudah bermain drama sejak tahun 1961. Kelompok drama ini masih hidup sampai sekarang meski sesudah 1997 relatif sepi tanggapan. Kisah-kisah yang biasanya dipanggungkan berasal dari tradisi penyebaran agama Islam, khususnya oleh Sunan Gunung Jati selain legenda lokal.

Ekspresi musikal rakyat setempat juga tinggi. Setiap aktivitas publik sekecil apa pun, pasti disertai oleh musik rakyat. Mendorong dagangan, mengasuh anak di becak, kredit keliling, semuanya disertai iringan musik. Kelompok organ tunggal juga bertebaran yang ditandai oleh puluhan papan reklame di pinggir jalan kecamatan.

Realitas sosial dan tradisi seni ini rupanya menjadi bahan bakar dasar dari produksi lirik lagu-lagu rakyat Indramayu. Harapan, duka lara, kegembiraan, dan keputusasan dalam lagu-lagu itu sebenarnya merupakan salah satu bentuk jeritan dari mereka yang sering disebut pahlawan devisa, tetapi sampai pemerintahan baru ini pun tidak tertangani sebagaimana mestinya.

Senok... aja nangis... (Nak... jangan menangis...)
Kelangan mimi ya nok ya (Kehilangan ibu ya nak ya)
Sebab mimi lagi usaha (Sebab ibu sedang berusaha)
Sedelat maning arep teka (Sebentar lagi akan datang)

* Tulisan ini berdasarkan pada survei lapangan Yayasan SET pada awal Desember 2004.

"Nasib TKW" Sebuah Balada Rakyat Indramayu #1

...Males temen nasib TKW, maksud ati pengen manggawe
Kanggo mbantu ekonomi keluarga
Mangkat kerja ning Saudi Arabia...
Bli digaji sampe taunan, awak rusak ilang kehormatan
Kaniaya nasibe wong ra duwe, nyawa TKW langka ragane....
Arep njaluk tulung ning sapa, Arabia jagate sapa
Yen wis inget wong ra duwe, rasa ngenes balik bli bisa

(Nasib TKW, Ciptaan Papa Irma)
(Terjemahan:
Kasihan sekali nasib TKW, maksud hati ingin bekerja
untuk membantu ekonomi keluarga
berangkat kerja ke Saudi Arabia...
tidak digaji sampai bertahun-tahun, badan rusak hilang kehormatan
teraniaya nasib orang miskin, nyawa TKW murah harganya
mau minta tolong pada siapa, Arabia dunia siapa
jika sudah ingat orang miskin, rasa sedih tidak bisa pulang)

Lara sih lara
Gara-gara mboke bocah
Lunga ning Saudi Arabia
Kula ning umah mong-mong bocah....

(Duda Kepaksa, Ciptaan Iip Bakir)
(Terjemahan:
Sakit sih sakit
gara-gara ibu anak-anak
pergi ke Saudi Arabia
Saya di rumah mengasuh anak)

TEKS di atas adalah petikan dari syair dua lagu bertemakan tenaga kerja Indonesia (TKI) dari Indramayu. Cobalah Anda melihat-lihat kios kaset di Pasar Indramayu. Di situ Anda akan menemukan kaset-kaset dangdut cirebonan dengan lirik berisi seputar nasib TKI. Karakter musiknya tersusun oleh inkulturasi antara musik tradisional Cirebon dan dangdut modern dalam beat mengentak. Di sebuah kios di Pasar Indramayu, ada sekitar lima kaset dengan masing-masing satu sampai dua lagu yang bertema TKI. Lirik lagu-lagu itu memaparkan sebuah fenomena sosial bertema TKI yang sangat memengaruhi tidak hanya kehidupan ekonomi, tetapi juga dinamika sosial kultural masyarakat Indramayu.

Sebagai sebuah teks, kedua lirik lagu itu tidak berdiri otonom, tetapi dilatari oleh konstruksi sosial kultural yang menjadi konteks dari teks tersebut. Stuart Hall, perintis cultural studies dari Birmingham School of Cultural Studies menegaskan bahwa sebuah teks dimaknai dalam tarik-menarik antara proses encoding dan decoding. Dalam proses encoding, kita akan memahami apa latar motivasi pembuat teks dan bagaimana konstruksi sosial kultural yang membentuk teks itu, sementara decoding akan menggiring bagaimana decoder menyusun makna. Dengan demikian, Hall meninggalkan tradisi Gramscian yang melihat pemaknaan teks dalam proses kekuasaan satu arah. Hall melihat bahwa teks hadir sebagai sebuah representasi sosial dan relasi antarkekuasaan.

Dalam khazanah pembahasan lirik lagu, konteks menjadi salah satu hal penting dalam memaknai lirik. Susan Donley (2001) melihat adanya keterkaitan yang kuat antara syair lagu dan realitas sosial. Dia membagi fungsi syair lagu menjadi tiga, yaitu fungsi literatur, fungsi dokumentasi sejarah, dan fungsi dokumentasi sosial. Fungsi literatur menekankan aspek tema dan pesan dalam syair. Fungsi dokumentasi sejarah melihat aspek tata nilai, kepercayaan, dan peristiwa dalam sebuah kurun waktu tertentu. Sementara fungsi dokumentasi sosial melihat aspek representasi tren, motivasi, dan pengalaman pembuat syair, serta untuk siapa syair itu dibuat.

Dari syair Imagine karya John Lennon, kita bisa memahami bagaimana latar politik Perang Vietnam. Demikian pula Song of Bangladesh yang dinyanyikan oleh Joan Baez bermakna sangat kuat sebagai sebuah deskripsi duka lara terhadap tragedi kemiskinan di Bangladesh. Syair opera-opera Giacomo Puccini pun sangat kental oleh konteks romantisisme aristokrat dan pertentangan kelas masyarakat Eropa abad ke-19. Lirik-lirik negro spiritual dibentuk oleh sejarah perbudakan di Amerika. Di balik syair Stasiun Balapan karya Didi Kempot juga tersimpan konteks besar di mana terjadi transisi peran dari perempuan Jawa yang domestik menjadi perempuan yang bepergian ke luar kota. Contoh-contoh di atas hanya ingin menegaskan betapa lirik lagu sangat tidak independen, tetapi saling tergantung dengan situasi sejarah aktual.

Berbeda dengan syair lagu Stasiun Balapan, syair-syair lagu rakyat dari Cirebon, Indramayu, dan sekitarnya di atas punya pesan yang lebih gamblang. Stasiun Balapan hanya bercerita tentang perpisahan seorang laki-laki dan perempuan tanpa kejelasan tujuan kepergian perempuan itu. Ini berbeda sekali dengan lagu-lagu cirebonan di atas. Papa Irma, sang pencipta lagu, dengan sangat jelas menceritakan nasib para TKI lewat lagu Nasib TKW. Kelugasan muncul lewat frase "kanggo mbantu ekonomi keluarga" (untuk membantu ekonomi keluarga). Pemilihan kata ekonomi secara paradigmatis menyajikan pilihan tentang kejujuran sosial yang telanjang. Rasanya sulit sekali menemukan kata ini dalam banyak syair lagu di Indonesia. Padahal, ekonomi menjadi salah satu sumber masalah penting bangsa ini. Syair tentang kisah klasik tidak dibayarnya gaji para TKI karena dirampas para agen di luar negeri juga tidak menyediakan ruang konotasi sama sekali. Lihatlah frase "bli digaji sampe tahunan, awak rusak ilang kehormatan" (tidak digaji sampai bertahun-tahun, badan rusak kehilangan kehormatan). Bukankah frase ini sangat representatif terhadap kisah-kisah pilu TKI yang pada masa pemerintahan baru ini tetap saja kita dengar?


Balada TKI Indramayu (Suami Penunggu Kiriman Istri)

Wajah Suta bin Darim (42) terlihat suram. Bicaranya pelan saat menerima tamu yang tiba-tiba berkunjung. Dia kebanyakan menunduk menatapi tanah liat keras menghitam yang menjadi lantai rumahnya. Beberapa kali dia menggosok-gosok balai bambu yang dia duduki. Balai bambu itu perabot satu-satunya di ruang tamu berukuran enam meter persegi itu. Sesekali Suta membereskan sarung yang dipakainya dan dengan kaku menatap tamunya.

Raut wajah buruh nelayan Desa Dadap, Kecamatan Juntinyuat, Indramayu, Jawa Barat itu terus menunjukkan kesusahan. Sore itu, ayah tiga anak ini cukup terkejut dikunjungi dua kawannya, aktivis buruh migran Indramayu yang selama ini mendampingi dia mencari istrinya yang sudah 12 tahun hilang. Namun, Suta belum mendapat kabar gembira dari dua kawannya itu.

Hidup Suta tak menentu. Perasaan rindu ke istrinya, Darsi (37) sudah tak terbendung. Istrinya meninggalkan dia dan tiga anaknya mengadu nasib ke Timur Tengah men-jadi tenaga kerja Indonesia (TKI). Tak jelas negara mana yang dituju dan tak jelas kerja sebagai apa istrinya di sana. Sepeninggal Darsi, dia sendirian menghidupi dan membesarkan tiga anaknya yang masih kecil, Karniti (8), Daniri (5), dan Tayo (2). Penghasilannya sebagai buruh nelayan tak menentu. Walaupun masih ada yang bisa dia bawa untuk makan dan uang sekolah anak-anaknya.

Beruntung dia dan anak-anaknya masih bisa menumpang tinggal di rumah orangtua Suta yang juga nelayan. Sementara istrinya yang diharapkan bisa ikut menopang kebutuhan keluarga, tak ada kabar. Kabar terakhir, 12 tahun lalu, dia hanya menerima sebuah surat dari Siti Komil, rekan istrinya sesama TKI, bahwa Darsi sudah bekerja di Riyadh. Setelah itu, tak ada lagi kabar. Jangankan kiriman uang bulanan, surat pun tidak ada. Suta juga kehilangan kontak dengan Siti Komil.
Suta bin Darim memperlihatkan foto anaknya yang menjadi tenaga kerja di Arab Saudi. Suta, yang tinggal di Kampung Dadap, Indramayu, terpaksa mengasuh tiga anaknya seorang diri, karena istrinya juga bekerja di Arab Saudi, dan sudah 11 tahun tidak diketahui kabarnya. Suta terpaksa mengirim istri dan anaknya menjadi buruh migran karena terimpit kemiskinan.

Belakangan, hidupnya makin susah. Tidak ada lagi dana untuk biaya sekolah anak-anaknya. Hasil dari melaut pun tidak bisa lagi membuat dapur berasap. Ikan di perairan Indramayu menghilang. Air laut tercemar. Nelayan menduga kuat, ikan kabur dari bibir pantai akibat tak tahan dengan limbah dari pengolahan BBM Pertamina di Balongan, tak jauh dari Desa Dadap. Sementara nelayan tradisional seperti Suta, tak mampu mengejar ikan hingga ke tengah laut dengan perahu kecilnya. “Sekitar lima tahun ini hasil tangkapan berkurang drastis,” ujar Suta yang ditemui SP, akhir pekan lalu.

Dia tak sanggup lagi mengurus anak-anaknya. Makanya ketika ada tawaran beberapa sponsor (sebutan calo pencari TKI, Red), tanpa pikir panjang Suta merelakan putri sulungnya, Karniti yang sudah berusia 16 tahun berangkat ke Yordania. Karniti mengikuti jejak ibunya menjadi TKI. Empat tahun bekerja di Yordania, Karniti hanya digaji dua tahun. Suta bersyukur, putri sulungnya itu mengirim gajinya ke Tanah Air. Dia bisa membangun rumah sederhana, meskipun tak berplester dan tanpa ubin. Dua tahun terakhir, Karniti tertimpa masalah di Yordania. Dia dipulangkan ke Indramayu tanpa membawa uang. Gajinya dua tahun terakhir tak dibayar. “Meskipun tak bawa uang, saya bersyukur dia pulang selamat. Saya tidak mau kehilangan lagi,” ujar Suta.

Sepulangnya Karniti, kehidupan di Desa Dadap tetap tak membaik. Tak sampai setengah tahun, Karniti terpaksa kembali menerima tawaran sponsor untuk diberangkatkan ke Timur Tengah. Sudah dua bulan ini Karniti berada di Kuwait.

Sementara Suta sering tidak melaut. Apalagi setelah kenaikan BBM, biaya operasional perahunya membengkak. Setiap melaut, dia dan delapan rekannya harus menyiapkan uang minimal Rp 200.000. Uang itu untuk membeli solar dan perbekalan selama di laut.

Pernah beberapa kali mereka paksakan melaut, namun hasilnya memilukan. Suta dan kawan-kawannya hanya bisa membawa pulang uang Rp 5.000 per orang. Jelas belum balik modal. Selama ini, saat belum ada kiriman uang dari putrinya, dia menumpuk utang di warung.

Kini Suta menunggu tawaran berikutnya untuk putrinya kedua, Daniri yang baru lulus SMP. Dia rela ditinggal bersama putra bungsunya, Tayo di Desa Dadap. Beberapa tetangga menyebutkan, Daniri sudah terjerat seorang sponsor. Dalam waktu dekat gadis ayu itu akan diberangkatkan ke Timur Tengah, mengikuti jejak kakak dan ibunya. Paspor dan segala dokumen sudah disiapkan. Konon, dokumen-dokumen itu menggunakan identitas palsu. Suta enggan berkomentar soal keberangkatan putri keduanya itu. Sikap yang sama juga ditampilkan Daniri.

Selasa, 10 Maret 2009

Uang TKI lebih besar dari PAD

INDRAMAYU, Jumlah uang kiriman (remiten) dari TKI yang bekerja di luar negeri asal Indramayu setahun mencapai Rp250 miliar, lebih besar dari pendapatan asli daerah (PAD) kabupaten itu yang Rp60 miliar. "Jasa TKI jelas sangat besar," kata Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Disosnaker) Kabupaten Indramayu Iwa Sungkawa dalam silaturahmi bersama Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat dan bekas TKI serta calon TKI di Indramayu, Kamis.

Namun status TKI asal Indramayu lebih banyak yang ilegal atau tidak terdaftar di Disosnaker, katanya. Ia menyebutkan, jumlah TKI yang terdaftar hingga Juli 2008 sebanyak 4.289 wanita dan 76 laki-laki. Hanya 10 persen di antara mereka bekerja di sektor formal dan 90 persen di sektor informal atau pembantu rumah tangga di berbagai negara kawasan Timur Tengah dan Asia Pasifik.

Padahal ada satu kecamatan yang memiliki TKI hingga 5.000 orang dan di Indramayu terdapat 31 kecamatan sehingga bila rata-rata jumlah TKI di satu kecamatan terdapat 3.000 orang maka diperkirakan jumlah seluruh TKI asal Indramayu terdapat sekitar 90 ribu orang. Kondisi TKI ilegal yang lebih banyak membuat pengawasan dan perlindungan terhadap mereka menjadi kurang diperhatikan.

Sementara itu Kepala Bappeda Indramayu Apriyanto berharap TKI berangkat ke luar negeri dengan dokumen resmi.
Ia mengakui banyaknya TKI ilegal merupakan indikasi bahwa pengelolaan TKI belum mampu dijalankan secara profesional. Sedangkan Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Cecep Suryana mengatakan sebenarnya tidak ada alasan bagi para calon TKI untuk mengurus dokumen resmi karena untuk mengurus KTP dan akte kelahiran dapat dilayani secara gratis. "Tidak ada pungutan," katanya.

Cecep mengingatkan bahwa berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan calon TKI harus mengurus surat keterangan pindah ke luar negeri dan surat keterangan itu dikeluarkan secara gratis. Sementara itu Jumhur mengatakan Safari Ramadhan yang ia lakukan di Jawa 9-19 September 2008 adalah untuk mengetahui secara langsung persoalan TKI di basis-basis TKI yang ia datangi.

Ia mengakui bahwa pemerintah belum optimal dalam mengurus masalah TKI. Oleh karena itu dengan pembentukan BNP2TKI yang hanya mengurusi TKI, persoalan yang terjadi menyangkut penempatan dan perlindungan TKI dapat dilakukan dengan sangat baik. Ia menyatakan bahwa jasa TKI sangat besar dalam membantu mengatasi pengangguran dan kemiskinan.

Jumhur menyebutkan jumlah TKI sebanyak enam juta orang dan memberi manfaat langsung paling tidak kepada 30 juta orang anggota keluarganya serta memberi dampak ikutan pada kehidupan ekonomi masyarakat. Jumlah kiriman uang dari TKI secara nasional, katanya, mencapai Rp100 triliun per tahun dan merupakan terbesar kedua setelah devisa dari sektor minyak dan gas.

Uang TKI Indramayu Fantastis

Kiriman Lebaran Capai Rp40 M, Terbesar di Indonesia INDRAMAYU - Penghasilan yang didapat TKI (tenaga kerja Indonesia) asal Kabupaten Indramayu sangat spektakuler, bahkan yang tertinggi se-Indonesia. Data yang diperoleh Radar dari Kantor Pos Indramayu, dalam sebulan rata-rata jumlah pengiriman uang dari TKI di luar negeri ke Indramayu melalui Western Union (WU) mencapai 7.000 transaksi senilai Rp20 miliar. Dengan demikian, dalam satu tahun mencapai Rp240 miliar. Bahkan jumlah itu dipastikan lebih besar karena menjelang Lebaran, transaksi WU naik dua kali lipat atau mencapai Rp40 miliar untuk September 2008. Belum lagi mereka yang mengirimkan uang melalui fasilitas lain seperti cek dan lainnya. “Memang pengiriman uang dari TKI di luar negeri ke Indramayu merupakan yang tertinggi se-Indonesia. Dalam setahun ditaksir mencapai sekitar Rp300 miliar, baik yang kirim melalui WU maupun melalui cara lain,” kata Kepala Kantor Pos Indramayu, Erus Rustia melalui Aris Ristiadi, Selasa (23/9). Jika dibandingkan dengan jumlah pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Indramayu tahun 2008 (sebelum perubahan) yaitu Rp61,3 miliar, berarti jumlah penghasilan TKI empat kali lipat dari PAD. Sementara menjelang Lebaran, transaksi uang melalui WU dari TKI di luar negeri ke Kabupaten Indramayu dipastikan mengalami kenaikan 100 persen atau dua kali lipat, sebagaimana diakui Aris Ristiadi. Tingginya penghasilan TKI Indramayu juga bisa dilihat secara langsung di beberapa desa di Kabupaten Indramayu yang selama ini menjadi kantong TKI. Di desa-desa tersebut akan dijumpai sejumlah rumah mewah yang baru dibangun, dari hasil keringat para TKI. Seperti yang terlihat di Desa Juntikebon RT 001 RW 07, Kecamatan Juntinyuat. Di tempat itu, sebuah rumah mewah berlantai dua menjulang di sudut desa. Ketika Radar mencoba mendatangi rumah itu, ternyata memang dibangun dari hasil kerja TKI di luar negeri. “Rumah ini dibangun dari uang kiriman anak saya Titi yang bekerja di Korea sudah dua tahun,” ungkap Wastirih (55), ibu dari Titi yang menjadi TKW di Korea Selatan. Dikatakan Wastirih, anaknya Titi berangkat ke Korea dua tahun lalu menyusul suami Titi, Agus Juendi, yang sudah terlebih dahulu berangkat. Berapa uang yang diterima Wastirih dalam sebulan? Menurutnya, kalau yang mengirim dua orang secara bersamaan jumlahnya bisa mencapai Rp15 juta/bulan. Sementara kalau hanya seorang yang kirim biasanya hanya Rp9 juta/bulan. Menjelang Lebaran tahun ini, Wastirih mengaku tidak mendapatkan kiriman uang karena sudah mengirim bulan kemarin. “Untuk menghadapi Lebaran masih ada uang sisa kiriman bulan lalu, lumayan untuk membeli baju cucu,” ungkapnya. Sementara Dulwakid (45), warga Desa Pringgacala, Kecamatan Karangampel yang anaknya bekerja sebagai TKW di Singapura juga merasa gembira menghadapi Lebaran tahun ini. Pasalnya, anaknya yang bernama Eni baru saja mengirimkan uang melalui WU dan telah diambil di Kantor Pos. Dulwakid mengakui, dari hasil kerja anaknya di luar negeri juga telah mampu membangun rumah hingga lebih baik dari sebelumnya. Sementara itu, data TKI asal Kabupaten Indramayu yang bekerja di luar negeri dari Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, hingga akhir Desember 2007 mencapai 8.228 orang. Sedangkan untuk tahun 2008, hingga bulan Agustus mencapai 4.679 orang. Untuk negara tujuan TKI sebagian besar di Timur Tengah seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, Qatar, dan lainnya. Juga sejumlah negara di Asia seperti Korea, Singapura, Malaysia, Jepang, Taiwan Hongkong, dan lain-lain. Kasubdin Penta Kerja dan Perluasan Kerja Dinsosnaker Indramayu, Drs Iwan Hermawan MPd mengatakan, potensi TKI Indramayu dalam mendatangkan devisa sangatlah besar. Bahkan mampu mengangkat taraf hidup mereka. Namun, yang menjadi persoalan, tuturnya, selama ini devisa yang masuk ke Indramayu dari para TKI belum bisa diberdayakan untuk hal-hal yang produktif. Akibatnya kiriman uang yang masuk ke Indramayu cenderung dipergunakan untuk hal-hal yang konsumtif. Selain untuk membangun rumah dan membeli kendaraan, sisanya biasanya dipergunakan untuk belanja. Padahal, kalau dana dari TKI ini bisa diberdayakan, maka diharapkan akan mampu mengatasi berbagai macam persoalan seperti pengangguran dan kemiskinan. Sementara itu, Dinsosnaker belum bisa berbuat banyak akibat alokasi anggaran yang minim atau jauh dari memadai.

TKI Nolak Dipulangkan oleh PPTKIS

Jakarta, BNP2TKI Keputusan Menteri Tenaga Kerja Erman Suparno yang menyerahkan urusan pemulangan TKI kepada Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) mencemaskan para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang baru pulang dari mencari nafkah di manca Negara.

Para pahlawan devisa yang umumnya masuk dalam kelompok TKI Bermasalah khawatir perusahaan yang memberangkatkan mereka akan menuntut biaya hutang, yang jika ditotal bisa mencapai 7-15 jutaan.

Biasanya perusahaan akan meminta TKI Bermasalah ini untuk membayar hutang. Bila mereka menolak, pihak perusahaan akan menuntut mereka untuk dikirim kembali ke negara di mana mereka bisa dipekerjakan.

“Boro-boro saya bayar Rp 3,5 juta, pak. Uang dari mana, saya saja pulang karena sakit baru 3 bulan kerja sebagai pembantu rumah tanggia di Taiwan, “ujar Mariana Uledhy saat ditemui di Terminal IV Selapajang, Minggu sore (8/2).

Selain Mariana, terdapat juga 4 (empat) TKI lain yang punya pandangan sama, yaitu Arinih, Cucun Zunairah, Een Binti Sarmad, dan Wiji Suyanti.

“Kita inginnya segera diantar pulang ke rumah, kita nggak mau diantar oleh perusahaan yang memberangkatkan kita,” ujar Ariani, TKI asal Indramayu yang pernah 4 tahun bekerja sebagai perawat orang jompo di Taiwan.

Cucun, Een, dan Wiji Suyanti TKI yang ditemui di tempat terpisah pun cemas bila harus dipulangkan dulu ke perusahan.

“Kami banyak mendengar dari kawan-kawan, perusahaan banyak yang meminta uang dari TKI dengan alasan hutang. Kalaupun ada ganti rugi dari asuransi, biasanya TKI tidak menerima penuh,” ujar Wiji, TKI asal Hongkong.

Kepada BNP2TKI.go.id, para pahlawan devisa ini berpendapat, seharusnya pemerintah membantu kemudahan TKI agar bisa pulang dengan cepat, aman dan nyaman. Bukan malah mempersulit TKI.

Keluarnya Permen No. 22/MEN/XII/2008 yang memangkas kewenangan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) memang salah satu isinya memberikan kewenangan pemulangan TKI dikelola oleh PPTKIS. Padahal menurut UU No. 39/2004 hal itu menjadi kewajiban pemerintah, BNP2TKI untuk menjamin kepulangan TKI sampai kampung halaman. (zul)