Indramayu PostPing Net

Kamis, 12 Maret 2009

Balada TKI Indramayu (Suami Penunggu Kiriman Istri)

Wajah Suta bin Darim (42) terlihat suram. Bicaranya pelan saat menerima tamu yang tiba-tiba berkunjung. Dia kebanyakan menunduk menatapi tanah liat keras menghitam yang menjadi lantai rumahnya. Beberapa kali dia menggosok-gosok balai bambu yang dia duduki. Balai bambu itu perabot satu-satunya di ruang tamu berukuran enam meter persegi itu. Sesekali Suta membereskan sarung yang dipakainya dan dengan kaku menatap tamunya.

Raut wajah buruh nelayan Desa Dadap, Kecamatan Juntinyuat, Indramayu, Jawa Barat itu terus menunjukkan kesusahan. Sore itu, ayah tiga anak ini cukup terkejut dikunjungi dua kawannya, aktivis buruh migran Indramayu yang selama ini mendampingi dia mencari istrinya yang sudah 12 tahun hilang. Namun, Suta belum mendapat kabar gembira dari dua kawannya itu.

Hidup Suta tak menentu. Perasaan rindu ke istrinya, Darsi (37) sudah tak terbendung. Istrinya meninggalkan dia dan tiga anaknya mengadu nasib ke Timur Tengah men-jadi tenaga kerja Indonesia (TKI). Tak jelas negara mana yang dituju dan tak jelas kerja sebagai apa istrinya di sana. Sepeninggal Darsi, dia sendirian menghidupi dan membesarkan tiga anaknya yang masih kecil, Karniti (8), Daniri (5), dan Tayo (2). Penghasilannya sebagai buruh nelayan tak menentu. Walaupun masih ada yang bisa dia bawa untuk makan dan uang sekolah anak-anaknya.

Beruntung dia dan anak-anaknya masih bisa menumpang tinggal di rumah orangtua Suta yang juga nelayan. Sementara istrinya yang diharapkan bisa ikut menopang kebutuhan keluarga, tak ada kabar. Kabar terakhir, 12 tahun lalu, dia hanya menerima sebuah surat dari Siti Komil, rekan istrinya sesama TKI, bahwa Darsi sudah bekerja di Riyadh. Setelah itu, tak ada lagi kabar. Jangankan kiriman uang bulanan, surat pun tidak ada. Suta juga kehilangan kontak dengan Siti Komil.
Suta bin Darim memperlihatkan foto anaknya yang menjadi tenaga kerja di Arab Saudi. Suta, yang tinggal di Kampung Dadap, Indramayu, terpaksa mengasuh tiga anaknya seorang diri, karena istrinya juga bekerja di Arab Saudi, dan sudah 11 tahun tidak diketahui kabarnya. Suta terpaksa mengirim istri dan anaknya menjadi buruh migran karena terimpit kemiskinan.

Belakangan, hidupnya makin susah. Tidak ada lagi dana untuk biaya sekolah anak-anaknya. Hasil dari melaut pun tidak bisa lagi membuat dapur berasap. Ikan di perairan Indramayu menghilang. Air laut tercemar. Nelayan menduga kuat, ikan kabur dari bibir pantai akibat tak tahan dengan limbah dari pengolahan BBM Pertamina di Balongan, tak jauh dari Desa Dadap. Sementara nelayan tradisional seperti Suta, tak mampu mengejar ikan hingga ke tengah laut dengan perahu kecilnya. “Sekitar lima tahun ini hasil tangkapan berkurang drastis,” ujar Suta yang ditemui SP, akhir pekan lalu.

Dia tak sanggup lagi mengurus anak-anaknya. Makanya ketika ada tawaran beberapa sponsor (sebutan calo pencari TKI, Red), tanpa pikir panjang Suta merelakan putri sulungnya, Karniti yang sudah berusia 16 tahun berangkat ke Yordania. Karniti mengikuti jejak ibunya menjadi TKI. Empat tahun bekerja di Yordania, Karniti hanya digaji dua tahun. Suta bersyukur, putri sulungnya itu mengirim gajinya ke Tanah Air. Dia bisa membangun rumah sederhana, meskipun tak berplester dan tanpa ubin. Dua tahun terakhir, Karniti tertimpa masalah di Yordania. Dia dipulangkan ke Indramayu tanpa membawa uang. Gajinya dua tahun terakhir tak dibayar. “Meskipun tak bawa uang, saya bersyukur dia pulang selamat. Saya tidak mau kehilangan lagi,” ujar Suta.

Sepulangnya Karniti, kehidupan di Desa Dadap tetap tak membaik. Tak sampai setengah tahun, Karniti terpaksa kembali menerima tawaran sponsor untuk diberangkatkan ke Timur Tengah. Sudah dua bulan ini Karniti berada di Kuwait.

Sementara Suta sering tidak melaut. Apalagi setelah kenaikan BBM, biaya operasional perahunya membengkak. Setiap melaut, dia dan delapan rekannya harus menyiapkan uang minimal Rp 200.000. Uang itu untuk membeli solar dan perbekalan selama di laut.

Pernah beberapa kali mereka paksakan melaut, namun hasilnya memilukan. Suta dan kawan-kawannya hanya bisa membawa pulang uang Rp 5.000 per orang. Jelas belum balik modal. Selama ini, saat belum ada kiriman uang dari putrinya, dia menumpuk utang di warung.

Kini Suta menunggu tawaran berikutnya untuk putrinya kedua, Daniri yang baru lulus SMP. Dia rela ditinggal bersama putra bungsunya, Tayo di Desa Dadap. Beberapa tetangga menyebutkan, Daniri sudah terjerat seorang sponsor. Dalam waktu dekat gadis ayu itu akan diberangkatkan ke Timur Tengah, mengikuti jejak kakak dan ibunya. Paspor dan segala dokumen sudah disiapkan. Konon, dokumen-dokumen itu menggunakan identitas palsu. Suta enggan berkomentar soal keberangkatan putri keduanya itu. Sikap yang sama juga ditampilkan Daniri.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Syukur Alhamdulillah di tahun ini Saya mendapatkan Rezeki yg berlimpah sebab sudah hampir 9 Tahun Saya bekerja di (SINGAPORE) tdk pernah menikmati hasil jeripaya saya karna Hutang keluarga Sangatlah banyak namun Akhirnya, saya bisa terlepas dari masalah Hutang Baik di bank maupun sama Majikan saya di Tahun yg penuh berkah ini,
Dan sekarang saya bisa pulang ke Indonesia dgn membawakan Modal buat Keluarga supaya usaha kami bisa di lanjutkan lagi,dan tak lupa saya ucapkan Terimah kasih banyak kepada MBAH SURYO karna Beliaulah yg tlah memberikan bantuan kepada kami melalui bantuan Nomor Togel jadi sayapun berhasil menang di pemasangan Nomor di SINGAPORE dan menang banyak
Jadi,Bagi Teman yg ada di group ini yg mempunyai masalah silahkan minta bantuan Sama MBAH SURYO dgn cara tlp di Nomor ;082-342-997-888 percaya ataupun tdk itu tergantung sama anda Namun inilah kisa nyata saya

Posting Komentar

 
Free Host | lasik surgery new york